akhir tahun ini tidak akan mengopipaste mentah-mentah berbagai info SNMPTN yang hadir. Oh ya, sebagai catatan, bahwa info resmi SNMPTN pada dasarnya baru dibuat secara lengkap pada 10 Desember. Meski sebetulnya kisi-kisi atau gambaran SNMPTN 2013 sudah saya dengar setidaknya November.
Bisa jadi, siapapun yang punya adik-saudara-ponakan dan atau lainnya yang nanti pada Juni 2013 harus (bisa) mendapatkan tempat kuliah utamanya PTN, agak bingung dengan perubahan sistem yang ada. (nb: siapapun yang ingin file resmi-lengkap terkait SNMPTN 2013 bisa mention ke twitter @adimuliapradana atau email ke adimulia.pradana[at]gmail.com )
Secara sederhana, perubahan SNMPTN 2013 (yang dalam paket dari kemendikbud terdiri dari 4 file+powerpoint) bisa diuraikan seperti ini:
pendaftaran tahun 2013 siswa yang mengikuti seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri tidak dikenai biaya pendaftaran tetapi ditanggung oleh pemerintah. untuk program studi dan jumlah pilihan setiap siswa dapat memilih sebanyak banykanya 2 perguruan tinggi negeri (PTN) yang diminati apabila memilih salah satu PTN maka salah satu PTN harus berada di provinsi yang sama dengan SMA asalnya atau dari provinsi terdekat bila belum terdapat ptn pada provinsi asalnya.
terkait yang rapor, itu seperti PMDK dimasa lalu. Bukannya dihapus ujian tulisnya, tapi diklasifikasi lebih lanjut/lebih rinci. Jalur Undangan = SNMPTN, Ujian Tertulis Jadi SBMPTN.
Dengan demikian, yang dimaksud secara spesifik “SNMPTN” merupakan seleksi yang didasarkan pada nilai rapor dan prestasi lainnya selama pendaftar menempuh pendidikan di SMA atau yang sederajat. Tahun 2011 dan 2012, seleksi ini disebut SNMPTN Jalur Undangan. Tahun 2013 namanya SNMPTN. Semua pendaftar SNMPTN bebas dari biaya pendaftaran.Untuk SNMPTN ini para siswa harus lulusan tahun 2013 dan siswa harus mengisi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) antara 17 Desember 2012 hingga 8 Februari 2013. pada 1 Februari hingga 8 Maret 2013 merupakan proses pendaftaran untuk mengikuti SNMPTN. Proses seleksi akan berlangsung dari 9 Maret hingga 27 Mei 2013. Pengumuman hasil seleksi akan keluar pada 28 Mei 2013. Selanjutnya pendaftaran ulang yang lulus seleksi dilakukan pada 11-12 Juni 2013.
Sementara yang ujian tulis masih ada, yaitu, SBMPTN. SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) merupakan seleksi yang dilakukan lewat ujian tulis dan dilakukan secara nasional secara bersama-sama. SBMPTN maksudnya sama dengan SNMPTN Jalur Ujian Tulis seperti tahun-tahun sebelumnya. Hanya, untuk tahun 2013, namanya berubah menjadi SBMPTN
Itu jika diurai dengan sesingkat-sepadat mungkin. Kelihatannya bagus ya. Ya, bisa jadi.
Saya bukan orang yang ingin apriori terus-menerus pada (kebijakan, sistem yang dibuat oleh) pemerintah. Sama sekali bukan. Tapi semampu saya melakukan simulasi perkiraan atas bagaimana penerapan SNMPTN 2013 nantinya, akan ada kelemahan-kelemahan tak terduga. Saya tidak akan menyebutnya sebagai kelemahan elementer/kelemahan absolut. Saya lebih menyukai “kelemahan tak terduga”. Maksudnya, pada dasarnya kebijakannya bagus secara teks dan kesan implementasinya bagus, tapi ada beberapa kondisi yang bisa jadi insidental-tak terduga, yang membuat SNMPTN 2013 ini justru tidak/kurang berpihak pada calon mahasiswa baru yang amat pintar tapi secara ekonomi tidak cukup mapan/pas-pasan. Apalagi yang benar-benar kekurangan secara finansial.
Mari kita lihat aspek rapordalam SBNMPTN. Memang benar, kesan yang muncul ialah PMDK yang legendaris di zaman 80an ini, dimana frasa ini (PMDK) dipahami sebagai “akses yang memurahkan untuk berkuliah karena terbukti pintar”. Sebaiknya, SBNMPTN tidak dipahami terlalu berlebihan sebagai ”New PMDK”, jika tidak ingin terlalu berharap berlebihan. Mengapa? Bagaimana ini (SBNMPTN) menjadi kelemahan tak terduga yang merugikan?
Insidentalnya akan sangat dipengaruhi sejauh mana tiap SMA mendapat secara utuh dan kemudian merespon tata cara SNMPTN 2013. Biasanya, pada tanggal belasan Januari sudah dimulai proses SNMPTN dan berlangsung sampai Maret 2013 nantinya. Bisa jadi, kemdikbud sengaja merilis info riil terkait SNMPTN 2013 pada Desember ini untuk menghindari risiko kecurangan jika dalam semester ini (Juni-Desember 2012) beberapa SMA melakukan katrol nilai pada rapor anak didik mereka.
Tapi potensi ketidakadilan akses sebagai kelemahan (tak terduga) SNMPTN 2013 bukan dalam konteks katrolnya. Anggaplah semua SMA tidak akan melakukan taktik katrol nilai. Tapi problemnya adalah seberapa cepat antisipasi dan penyampaian (ulang) dari tiap SMA setelah mendapat pemberitahuan teknis bterbaru SNMPTN 2013. Bagaimana jika kemudian, SMA-SMA biasa-biasa saja tapi memiliki banyak anak didik pintar dan layak masuk kampus-kampus negeri bermutu, malah telat mendapatkan info yang benar-benar lengkap terkait SNMPTN 2013? Bagaimana jika kesempatan masuk “ber(new)PMDK” tadi hanya / akan jauh lebih didominasi oleh calon mahasiswa-calon mahasiswa dari SMA-SMA ternama yang mendapat jauh lebih segera informasi terkait SNMPTN 2013 secara utuh?. Itu kelemahan tak terduga dari SNMPTN 2013.
Dimana titik kelemahannya jadinya? Ya, dengan perubahan mendadak atas SNMPTN dimana ada kesempatan ber(New)PMDK, justru akan jauh lebih banyak diambil oleh kalangan yang mampu (baca: calon maba yang punya finansial amat memadai). Dengan kemudahan berinternet segala macam, tentu akan jauh lebih mudah bagi calon mahasiswa yang memiliki berbagai gadget teknologi canggih untuk lebih mendapat pemutakhiran info SNMPTN, jikapun BK dari SMA mereka (yang tentunya/cenderung SMA wah) pun juga telat mendapat info. SMA wah aja bisa saja telat, apalagi SMA yang biasa-biasa saja, dan apalagi yang di daerah-daerah terpencil.
Pasti akan hadir rebuttal seperti ini: “lah, kan siswa / calon maba itu sendiri yang harusnya juga aktif mencari info perkuliahan, bukan semata guru-gurunya?”
Iya, memang benar. 10 tahun dengan pola SNMPTN yang cenderung sama (2003-2012, dengan catatan baru cukup berubah pada 2011 dan 2012 terkait alokasi 3 univ tertentu, UGM-UI-ITB), juga memang sudah terbiasa seperti mekanisme yang ada. Siswa juga diminta mencari info sendiri secara aktif, BK hanya membimbing dan menambahi/merekapitulasi info masuk kulaih berbagai kampus. Ya kan. Tapi, bahkan dengan pola yang sama 10 tahun ini pun (sama loh/nyaris sama), masih sering terjadi kebingungan dari para siswa itu sendiri, dan bahkan diantara Guru BK itu sendiri.
Bahkan (lagi), SMA-SMA yang wah wah di Jakarta pun (nb: saya bukan anti SMA wah loh, ini sebatas pembanding) kadang salah/telat/tidak cukup mudah menyampaikan info SNMPTN tiap tahunnya ke para anak didiknya yang berminat masuk ke PTN. Apalagi sekarang teknis SNMPTN diubah, dan konteksnya bukan sebatas kuota (seperti terjadi pada 2011 dan 2012), tapi juga harapan akses “kuliah yang (harusnya) lebih murah”.
Tentu seberapa besar kelemahan yang saya maskud diatas akan ditentukan/diparameterkan oleh seberapa banyak calon mahasiswa yang sebetulnya amat pintar tapi dari keluarga kurang mampu bisa mendaftar ke yang “SNMPTN” (pakai rapor/semacam new PMDK). Bukan yang tes tertulis/SBNMPTN yang masih amat mahal (utamanya sejak 2011). Bayangkan jika justru new PMDK malah lebih banyak “diambil” yang sebetulnya amat mampu, dan yang kurang mampu harus melewati yang SBNMPTN yang masih amat mahal. Bukankah ujung-ujungnya misal setelah llolos ters tertulis/SBNMPTN pun, siapapun harus membayar dalam waktu kurang dari sepekan setelah diumumkan, sebanyak (minimal rata-rata) belasan mendekati puluhan juta? Itu urgensi kelemahan tak terduga yang pertama.
Kelemahan tak terduga kedua lebih ditentukan seberapa jauh perpsektif tiap petugas SNMPTN di tiap kampus menilai rapor. Saya menyebut dengan sederhana: (potensi) diskriminasi rapor.
Begini. Karena perubahan SNMPTN cukup terlambat dirilis, tentu logikanya SMA yang paling aktif mencari info, akan paling mungkin mendapat info termutakhir-terlengkap terkait SNMPTN 2013. Biasanya, SMA-SMA semacam itu harusnya SMA-SMA yang (1) ber-RSBI, (2) terpilih dalam sekolah standar nasional, (3) sekolah-sekolah tertentu yang amat terkenal di negara ini secara nasional (bisa pakai angka, bisa SMA swasta, atau bisa SMA nasional tak ber-angka). Nah, gimana dengan nasib SMA yang tidak pernah menonjol secara “branding”, SMA biasa-biasa saja, apalagi jika di pelosok, tapi secara valid memang memiliki murid-murid yang secara akademis layak masuk kampus terbaik tapi amat kurang mampu?
Selama 10 tahun ini, para petugas di tiap kampus negeri cenderung menyortir langsung tiap aplikasi dari para SMA tanpa/kurang mempertimbangkan kebijaksanaan dilihat dari asal SMA. Istilah lebih mudahnya, affirmative action. Dan kini, sistem SNMPTN terbaru kembali ber (New)PMDK sebagian, dan dibutuhkan keadilan dan kebijakasanaan tambahan dari para petugas untuk lebih jeli melihat rapor.
Secara psikologis, kelemahan tak terduga yang kedua ini akan ditentukan seberapa jauh tiap petugas cenderung lebih merasa mem-wah-kan (gimana ya bahasa yang lebih mudah dicerna? Ya bisa juga pakai frasa “mengistimewakan”) rapor dari SMA-SMA elit/wah/ternama. Benar, saya tahu, bahwa banyak juga koq siswa tak mampu tapi superpintar bisa bersekolah di SMA wah.
Nah, artinya, besar kecil terasanya kelemahan tak terduga kedua yang saya utarakan ini, ialah seberapa jauh para petugas mencermati aplikasi dari para pemohon SNMPTN via jalur rapor/SNMPTN (bukan yang SBNMPTN), utamanya untuk bijak melihat secara detil nilai rapor-aplikasi keterangan finansial-asal dan juga letak SMA.
Tantangan untuk bersikap bijak pada tiap rapor tentu tiap mudah. Tentu tak bisa dipungkiri, bahwa rapor SMA tertentu akan dianggap wah, sementara rapor SMA biasa-biasa dianggap (ya) biasa-biasa saja. Lumrah, manusiawi, ya, saya paham. Masalahnya,perubahan sistem SNMPTN mendadak, dan benar-benar menyangkut harapan untuk bisa leih murah berkuliah.
Saya pikir, jika pemerintah bisa mensosialisasikan sejak setidaknya Juni 2012, mungkin kekhawatiran saya seperti saya jelaskan ini, bisa direduksi. Bagaimanapun, saya lebih berharap agar para orangtua yang memiliki finansial amat memadai, tidak mengambil jalur rapor. Atau, ada mekanisme yang lebih ketat dalam aturan aplikasi finansial dari para calon mahasiswa untuk mengapply yang jalur rapor. Nah, itu dia. Lha wong aplikasi beasiswa aja sering tidak valid dalam menyantumkan kemampuan finansial orangtua (padahal aslinya si pengapply beasiswa orang yang sangat mampu dan tak lebih butuh beasiswa dibanding pihak lain, misalnya). Apalagi dalam konteks SNMPTN 2013.
Bisa jadi saya terlalu berlebihan khawatir, ya bisa jadi. Tapi saya tentu lebih menyukai bahwa hak yang benar-benar tidak mampu tidak diserobot oleh yang mampu. Meski kadang, moralitas atas hak akses edukasi, amat (sering) bias, dan amat (sering) lebih dimenangi yang lebih pintar berargumen dan yang jauh lebih mampuscara finansial. Bukan dimenangi oleh pihak-pihak yang mengalah dan kemudian memberikannya pada yang benar-benar tak mampu. Apa iya, kampus negeri makin tertutup bagi yang tak mampu?
0 komentar:
Posting Komentar